Minggu, 06 Mei 2012

Dampak Kenaikan BBM dan Dikaitkan dengan UU


Sebagaimana diketahui hasil rapat Paripurna DPR pada 30 Maret 2012 telah mengamandemen UU No 22 Tahun 2012 tentang APBN Tahun Anggaran 2012 menjadi UU APBNP. Amandemen tersebut terkait dengan naik atau tidaknya harga bahan bakar minyak (BBM) seperti yang diamanatkan UU APBN yang ditetapkan pemerintah pada November 2011 lalu.
Setelah melalui proses politik di DPR, muncullah dua opsi sebagai jalan untuk mengakhiri rapat paripurna itu. Opsi pertama, Pasal 7 ayat 6 tetap dan tidak ada penambahan, sementara opsi kedua, pasal 7 ayat 6 ditambah dengan ayat 6a.
Dari putusan yang diambil melalui pemungutan suara (voting) itu, opsi kedua yang dipilih anggota DPR koalisi (Partai Demokrat, Partai Golkar, Partai Kebangkitan Bangsa dan Partai Persatuan Pembangunan)  memperoleh 365 suara, sementara sisanya memperoleh 82 suara (Partai Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera). Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Partai Hati Nurani Rakyatwalk out dalam pelaksanaan voting itu.
Untuk itu, dengan kemenangan dalam memutuskan opsi tersebut, maka dengan sendirinya UU APBN akan berubah menjadi UU APBNP dengan mencantumkan ayat tambahan di pasal 7, yakni ayat 6a. Namun demikian proses politik itu tak serta merta berjalan mulus sebab hasil paripurna dengan amandemennya itu ditengarai berbagai kalangan menimbulkan ketidakpastian hukum. Malah banyak yang berpendapat bahwa hasil amandemen UU APBN menjadi UU APBNP khususnya di pasal 7 ayat 6 dan ayat 6a bertentangan satu sama lain.
Karenanya bukan tidak mungkin sebagian masyarakat akan melakukan yudisial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dengan eksistensi pasal 7 ayat 6 dan ayat 6a UU APBNP Tahun Anggaran 2012 ini. Sebab kemungkinan pasca diamandemennya pasal 7 tersebut akan berdampak pada situasi politik maupun ekonomi masyarakat akibat adanya ketidakpastian soal kenaikan harga BBM tersebut.
Implikasi Hukum Amandemen UU APBN
Jika mencermati hasil amandemen UU APBNP tahun Anggaran 2012, maka bisa diketahui bahwa pasal 7 UU itu mendapatkan tambahan ayat di ayat 6, khususnya ayat 6a. Ayat 6 a hasil keputusan rapat paripurna DPR itu berbunyi; dalam hal harga rata-rata minyak Indonesia dalam kurun waktu berjalan mengalami kenaikan atau penurunan rata-rata sebesar 15% dalam enam bulan terakhir dari harga minyak internasional yang diasumsikan dalam APBN Perubahan Tahun Anggaran 2012, maka pemerintah berwenang untuk melakukan penyesuaian harga BBM”.
Sedangkan pada ayat 6 itu tidak mengalami perubahan dan tetap sesuai dengan UU APBN sebelumnya yang berbunyi; harga jual eceran BBM bersubsidi tidak mengalami kenaikan
Untuk menjelaskan materi UU APBNP hasil amandemen pada ayat 6a itu, pemerintah melalui Menteri Keuangan menyatakan bahwa harga BBM bersubsidi bisa dinaikkan sewaktu-waktu sebab pasal 7 ayat 6a itu membuka ruang kenaikan bila rata-rata Indonesia Crude Price (ICP) selama enam bulan yang dihitung mundur naik di atas 15 % dari asumsi sebesar US$ 105 per barel. Dengan kata lain, harga BBM akan dinaikkan bila rata-rata ICP di atas US$ 120,75 per barel.
Pasal 7 ayat 6a itu juga menurut pemerintah selalu menghitung enam bulan terakhir, seperti saat ini April, maka mulai dihitung dari Oktober, November, Desember, Januari, Februari dan Maret. Pada bulan Maret 2012 kenyataan yang ada harga ICP itu US$128 per barel, sementara harga rata-rata ICP dalam enam bulan terakhir sudah US$116 per barel atau 11% di atas asumsi APBNP 2012 yang ditetapkan US$105 per barel. Karena belum mencapai 15 % di atas asumsi APBNP, harga BBM belum bisa dinaikkan pada April ini.
Menilik isi dan substansi pasal 7 pasca amandemen itu dikaitkan dengan penjelasan pemerintah, maka dalam satu pasal di UU APBNP itu terdapat dua pengertian yang memiliki tafsir yang berbeda. Di satu sisi dalam materi ayat 6, ditegaskan bahwa dengan sendirinya pemerintah tidak menaikkan harga BBM bersubsidi kendati situasi lonjakan harga minyak dunia mengalami fluktuasi sehingga berdampak pada postur APBN yang mendapat tekanan dari ekses tersebut.
Sementara di pihak lain, melalui ayat 6a, pemerintah memiliki kewenangan untuk menaikkan dan atau menurunkan harga BBM akibat adanya acuan harga minyak internasional yang mengalami kenaikan dan penurunan rata-rata 15%. Artinya dalam ayat 6a ini, mensyaratkan sekaligus kepada pemerintah untuk sewaktu-waktu dapat menaikkan harga BBM kendati dalam ayat 6 pasal 7 UU ini secara tegas pemerintah tidak bisa menaikkan dalam situasi apapun yang terjadi.
Antara ayat 6 dan ayat 6a dalam pasal 7 UU APBNP itu menunjukkan bahwa dalam satu pasal telah terjadi pertentangan satu sama lain, yang menurut aturan dan pembentukkan  UU itu tidak lazim untuk dilakukan. Mengingat dalam pembentukan suatu UU diniscayakan adanya satu kesatuan yang utuh dan bulat dari keseluruhan isi UU itu yang mudah untuk dipahami masyarakat tatkala implementasi UU itu dilakukan pemerintah .
Karenanya dimungkinkan bahwa isi pasal tersebut telah menimbulkan ketidakpastian hukum dalam konteks implementasinya di lapangan. Artinya bagaimana mungkin suatu UU pada akhirnya bisa diberlakukan menurut situasi obyektif yang disyaratkan dengan mengabaikan materi yang terdapat dalam ayat lainnya di pasal tersebut.
Malah ahli Hukum Tata Negara (HTN) Yusril Ihza Mahendra pun mengingatkan, bahwa Pasal 7 Ayat 6a dalam UU itu bertentangan dengan Pasal 28 D dan Pasal 33 UUD 1945 . Yusril dalam hal ini merujuk pada penafsiran MK tahun 2003 ketika pengujian Pasal 28 Undang- undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
Di mana ketika itu MK membatalkan pasal 28 UU No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Dalam amar putusannya MK menyatakan, pasal 28 ayat 2 dan ayat 3 UU no 22 tahun 2011 bertentangan dengan UUD 1945.
Pasal 28 ayat 2 berbunyi; harga bahan bakar minyak dan gas bumi diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar, sementara ayat 3; pelaksanaan kebijaksanaan harga sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 tidak mengurangi tanggungjawab sosial pemerintah terhadap golongan masyarakat tertentu.
Karena itulah MK melakukan pencabutan atas pasal 28 ayat 2 tersebut yang mengatur kenaikan harga BBM berdasarkan persaingan usaha yang sehat dan wajar (kutipan ayat 2; harga bahan bakar minyak dan harga gas bumi diserahkan pada mekanisme persaingan).

Menurut keputusan MK, campur tangan pemerintah dalam kebijakan penentuan harga haruslah menjadi kewenangan yang diutamakan untuk cabang produksi yang penting dan atau menguasai hajat hidup orang banyak. MK juga mendalilkan bahwa pemerintah dapat mempertimbangkan banyak hal dalam menetapkan kebijakan harga BBM, termasuk harga yang ditawarkan oleh mekanisme pasar.
Bisa dikatakan, pasal 28 ayat 2 dan 3 di mata MK lebih mengutamakan mekanisme persaingan, baru kemudian campur tangan pemerintah sebatas menyangkut golongan masyarakat tertentu. Aturan inilah dipandang MK tidak menjamin makna prinsip demokrasi ekonomi sebagaimana diatur dalam pasal 33 ayat 4 UUD 1945, yang berbunyi bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Karenanya tak heran jika ahli HTN, Yusril Ihza Mahendra menyatakan, substansi Ayat 6a itu sama dengan UU Migas sebelum dibatalkan MK. Menurutnya, harga minyak dan gas di dalam negeri diserahkan kepada harga pasar sehingga dapat bersifat fluktuatif. Dalam konteks ini amat mungkin pada akhirnya terbuka peluang bagi masyarakat untuk melakukan yudisial review terhadap pasal 7 ayat 6a dalam UU APBNP Tahun Anggaran 2012 tersebut.
Andai yudisial review dilakukan masyarakat, maka hal yang mencolok untuk dimohonkan kepada majelis hakim MK  adalah menyangkut eksistensi ayat 6 dan ayat 6a dalam pasal 7 UU APBNP itu. Secara terang pasal tersebut satu sama lain saling beroposisi dalam hal penafsiran mengenai kapan kenaikan harga BBM itu dilaksanakan dan berapa rupiah besaran kenaikan yang akan diputuskan.
Kendati jika dilihat dalam bulan April ini, pemerintah masih secara eksplisit menggunakan pasal 7 ayat 6 dengan mempertimbangkan apa yang disyaratkan dalam pasal 7 ayat 6a itu. Saat ini pemerintah masih mengacu pada landasan hukum ayat 6 untuk tidak menaikkan harga BBM. Namun demikian pemerintah pun bisa sewaktu-waktu mengacu pada pasal 7 ayat 6a untuk menaikkan harga BBM sepanjang hal itu dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar kemampuan pemerintah, seperti halnya situasi lonjakan minyak dunia akibat krisis Timur Tengah dan sebagainya.
Setidaknya bisa dikatakan bahwa, kemungkinan jika pasal 7 ayat 6a dibatalkan MK, maka pemerintah dengan sendirinya diminta untuk merevisi bunyi ayat tersebut berdasarkan pertimbangan hukum yang diamanatkan oleh majelis hakim MK. Tentu saja, hal ini akan berimplikasi kepada implementasi kebijakan pemerintah yang secara mutlak tidak bisa lagi mengeluarkan kebijakan untuk menaikkan harga BBM untuk masa selanjutnya di tahun 2012 ini.
Namun jika MK memutuskan sebaliknya, tidak ada jalan lain bagi pemerintah untuk serta merta mengikuti apa yang termaktub dalam bunyi ayat 6a tersebut. Dalam konteks ini, pemerintah memiliki kewenangan mutlak pula untuk mengeluarkan kebijakan mengenai kenaikan harga BBM sepanjang disyaratkan oleh UU APBNP secara keseluruhan itu.
Di luar itu, selama belum ditandatanganinya UU APBNP oleh presiden, naskah UU belum secara resmi bisa diuji materikan terkait persoalan apa dari pasal tersebut yang dimohonkan oleh masyarakat. Namun MK tampaknya membuka peluang bagi masyarakat untuk mendaftarkan uji materi UU APBNP seraya menunggu ditandatanganinya UU itu.
Ketua MK, Mahfud MD menjelaskan, keabsahan pasal 7 ayat 6a UU APBNP 2012 tergantung pihak yang melaporkan ke MK. Menurut Mahfud, laporan uji materi baru bisa dilaksanakan setelah UU ditandatangani presiden yang biasanya diteken setelah tiga bulan. Tiga bulan itu kemudian yudisial review baru bisa diajukan sekaligus memastikan persoalan apa yang dimohonkan oleh pemohon terkait dengan kebijakan kenaikan BBM tersebut.

Implikasi Sosial dan Politik
Secara tidak langsung, diamandemennya UU No 22 Tahun 2011 tentang APBN Tahun Anggaran 2012 menjadi UU APBNP kemungkinan menimbulkan ketidakpastian di masyarakat menyangkut naik atau tidaknya harga BBM. Kendati sejauh ini pemerintah telah memastikan bahwa rencana kenaikan BBM bersubsidi pada 1 April itu tidak jadi untuk diputuskan naik berdasarkan pasal 7 ayat 6 a tersebut karena tidak memenuhi syarat 15 persen, sekaligus mempertimbangkan bunyi ayat 6 itu sendiri.
Namun demikian selama kurun waktu tahun anggaran 2012 ini, pemerintah juga memiliki landasan hukum untuk menaikkan harga BBM berdasarkan pasal 7 ayat 6a itu dengan mengabaikan bunyi ayat 6. Pada titik ini pemerintah memiliki keuntungan yuridis untuk memastikan kenaikan harga BBM  selama tahun anggaran 2012 ini.
Lepas dari hal itu, secara politis, sesungguhnya pemerintah menghadapi dilema ketika kebijakan kenaikan harga BBM akan digulirkan. Di satu pihak, tekanan politik oleh kelompok dari berbagai elemen masyarakat pada pemerintah akan semakin menguat seiring dengan rencana tersebut, di pihak lain pemerintah dihadapi kenyataan adanya tekanan defisit APBN andai tidak ada kebijakan kenaikan BBM. Dengan kata lain, saat ini posisi politik pemerintah berhadapan langsung dengan masyarakat, buah dari proses politik DPR.
Situasi semacam ini kemungkinan akan berimplikasi pada gejolak sosial di masyarakat mengingat tidak adanya kepastian menyangkut naik atau tidaknya BBM di tahun anggaran 2012 ini. Apalagi selama munculnya isu kenaikan harga BBM, diikuti pula oleh kenaikan harga sembako di beberapa daerah walau tidak signifikan angka kenaikannya.
Karena itu setidaknya ada beberapa hal yang muncul pasca amandemen UU APBN 2012 terkait dengan rencana naik atau tidaknya harga BBM itu.
  1. Pemerintah kemungkinan akan kembali mendorong pelaksanaan pembatasan BBM melalui program konversi BBM ke BBG.
  2. Elemen kelompok masyarakat diduga kuat akan mengajukan uji materi ke MK terkait pasal 7 ayat 6a UU APBNP
  3. Kenaikan harga BBM tanpa persetujuan DPR kemungkinan amat rentan munculnya gejolak di masyarakat walaupun pemerintah memiliki kewenangan berdasarkan pasal 7 ayat 6a itu.
sumber : www.starbrainindonesia.com/.../analisis-atas-diamandemennya-uu-no...

Rencana Kenaikan BBM dilihat Dari Sudut Ekonomi


Dampak Besar Kenaikan BBM
Kenaikan bahan bakar minyak bersubsidi pada 1 April 2012 nanti memang akan sangat berpengaruh di berbagai sektor kehidupan, sebut saja dalam hal harga komoditi dan bahan pokok, transportasi, pariwisata dan bahkan obat-obatan.
Kenaikan harga BBM juga disinyalir kuat akan mempengaruhi sektor pariwisata dalam negeri. Logikanya dalam hukum ekonomi jika harga BBM naik, maka akan berlaku hukum offer and demand yaitu dimana kuantitas permintaan naik, maka penawaran akan turun.
Sebenarnya pemerintah sudah mengantisipasi berbagai kemungkinan yang akan didapatkan terkait dampak yang akan mengiringi kenaikan harga BBM dengan menggulirkan program perlindungan sosial untuk rakyat bawah yang terkena efek domino dari kenaikan harga-harga komoditi akibat kenaikan harga BBM tersebut.
Pemerintah rencana memberikan kompensasi berupa Bantuan Langsung Sementara Masyarakat dengan harapan masyakarat akan mulai dapat menyesuaikan diri terhadap berbagai kemungkinan dari kenaikan BBM sehingga tidak mengganggi mereka menjadi semakin miskin.
Untuk membantu golongan miskin dalam mengahadapi kenaikan harga bahan pokok akibat kenaikan BBM, bantuan BLSM masih sangat diperlukan, namun perlu diingat pula bahwa bantuan BLSM hanya bersifat sementara sehingga masyarakat seharusnya memanfaatkannya untuk mulai membangun kewirausahaan. Mengolah bantuan dana menjadi dana produktif sehingga akan berkembang.
Bagi pemerintah, kebijakan BLSM seharusnya bukan menjadi akhir dari program pengentasan kemiskinan dari dampak kenaikan BBM. Dengan surplus APBN akibat pemutusan subsidi BBM pemerintah harus memanfaatkannya untuk membuat kebijakan dan program yang memungkinan golongan miskin mendapatkan pekerjaan dan perbaikan yang berarti bagi kelangsungan hidup, pendidikan dan kesehatan mereka. Agar ketika BLSM habis, masyarakat tidak kembali miskin.

(Penduduk dan Kemiskinan)

PENDUDUK DAN KEMISKINAN

Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi kekurangan hal-hal yang biasa untuk dipunyai seperti makanan , pakaian , tempat berlindung dan air minum, hal-hal ini berhubungan erat dengan kualitas hidup . Kemiskinan kadang juga berarti tidak adanya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan yang mampu mengatasi masalah kemiskinan dan mendapatkan kehormatan yang layak sebagai warga negara. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan. Istilah "negara berkembang" biasanya digunakan untuk merujuk kepada negara-negara yang "miskin".
Kemiskinan banyak dihubungkan dengan:
• penyebab individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin;
• penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga;
• penyebab sub-budaya (subcultural), yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar;
• penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi;
• penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil dari struktur sosial.
Kemiskinan disebut sebagai masalah sosial, dan bahkan merupakan masalah sosial yang paling rumit dan sulit, karena kemiskinan mendatangkan berbagai gangguan terhadap kehidupan bermasyarakat. Ini tampak jelas dari fakta-fakta bahwa sebagian besar kejahatan terkait baik secara langsung maupun secara tidak langsung dengan kemiskinan. Kasus-kasus seperti pencurian dan perampokan, misalnya, terkait langsung dengan kemiskinan, sedangkan kasus-kasus seperti pengangguran dan kondisi kesehatan yang buruk dengan segala konsekwensinya terkait secara tidak langsung dengan kemiskinan, karena masyarakat miskin tidak mampu mendapatkan pendidikan yang memadai dan makanan yang bergizi.

Pengaruh pertumbuhan penduduk terhadap kemiskinan

Indonesia merupakan sebuah Negara kepulauan yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil dengan luas tabah kira-kira 2 juta km² dan jumlah penduduk yang ke empat terpadat di dunia setelah China, India,dan Amerika.

Sebagaimana diketahui perubahan angka pertumbuhan penduduk disebabkan oleh unsur-unsur :
1. Fertilitas
2. Mortalitas 
3. Migrasi

Fertilitas atau kelahiran merupakan salah satu faktor penambah jumlah penduduk disamping migrasi,jumlah kelahiran setiap tahun di Indonesia masih besar, jumlah bayi yang lahir setelah tahun 2000 masih tetap banyak jumlahnya tiap-tiap tahun jumlah kelahiran bayi di Indonesia mencapai sekitar 4,5 juta bayi.

Mortalitas atau kematian merupakan salah satu dari 3 faktor demogarafis selain fertilitas dan migrasi, yang dapat mempengaruhi jumlah dan komposisi umur penduduk, factor social ekonomi seperti pengetahuan tentang kesehatan, gizi dan kesehatan lingkungan, serta kemiskinan merupakan factor individu dan keluarga mempengaruhi mortalitas dalam masyarakat.

Migrasi adalah merupakan gerak perpindahan penduduk dari satu daerah ke daerah lain dengan tujuan untuk menetap di daerah tujuan, migrasi sering diartikan sebagai perpindahan yang relative permanen dari suatu daerah ke daerah lainnya (orangnya disebut migran).

Pertumbuhan penduduk, kualitas sumber daya manusia (SDM) yang rendah, dan sempitnya kesempatan kerja merupakan akar permasalahan kemiskinan. Jadi aspek demografis mempunyai kaitan erat dengan masalah kemiskinan yang dihadapi di Indonesia pada saat ini. Daerah miskin sering ditinggalkan penduduknya untuk bermigrasi ke tempat lain dengan alasan mencari kerja.
Masalah migrasi juga memicu pertambahan penduduk secara regional. Salah satu contohnya adalah kasus Pulau Jawa. Pulau Jawa luasnya hanya 7 persen dari total luas wilayah nasional namun penduduk yang berdiam di Jawa adalah 60 persen dari total jumlah penduduk Indonesia. Kesenjangan antar pulau ini menyebabkan munculnya kemiskinan baik di pulau-pulau luar yang tidak berkembang maupun di Pulau Jawa sebagai akibat ketidakmampuan mayoritas penduduk mendatang maupun lokal yang kalah bersaing dalam mendapatkan penghidupan yang layak.

Pengentasan kemiskinan melalui kebijakan kependudukan

Pertumbuhan penduduk yang pesat dapat berimplikasi negatif pada pertumbuhan ekonomi dan upah serta kemiskinan jika tidak dibarengi oleh program pelayanan kesehatan dan pendidikan dasar bagi publik. dan dari telaahan terhadap beberapa penelitian menjelang tahun 2000, diperoleh kesimpulan bahwa:
(1) pertumbuhan penduduk mempunyai hubungan kuat-negatif dan signifikan terhadap laju pertumbuhan ekonomi, 
(2) penurunan pesat dari fertilitas memberikan kontribusi relevan terhadap penurunan kemiskinan. 
Penemuan baru ini memberikan kesan yang amat kuat, dibanding sebelumnya, bahwa fertilitas tinggi di negara berkembang selama ini ternyata merupakan salah satu sebab dari kemiskinan yang terus menerus, baik pada tingkat keluarga ataupun pada tingkat makro (Birdsal dan Sanding, 2001 dalam Sri Moertiningsih, 2005).

Program penanganan permasalahan kemiskinan pada dasarnya harus berpulang kepada esensi dasar permasalahan kemiskinan. Kemiskinan di satu sisi dipandang sebagai dampak permasalahan ekonomi makro, pertikaian politik, konflik sosial di masyarakat, dan lain-lain. Namun di sisi lain kemiskinan pada dasarya juga merupakan permasalahan kependudukan.

Dampak dari kemiskinan
Dampak negatif dari kemiskinan, diantaranya adalah banyak terjadi tindakan criminal dan meningkatnya jumlah pengangguranmiskinan di Indonesia.
Kemiskinan memang banyak di sekitar kita. selama ini yang kita ketahui adalah dampak negatif dari kemiskinan. antara lain kriminalitas dan prostitusi. tapi bila kita perhatikan, kemiskinan juga memiliki guna. antara lain:
1. Menambah nilai guna suatu barang. kalo kita ada baju bekas, pasti kalo ngak di jadiin kain lap, pasti di kasi orang. elo ngak mungkin ngasi baju bekas ama orang kaya kan? pasti orang miskin! nilai guna baju tersebut juga akan lebih panjang atau berguna bila di pakai orang miskin.
2. Memperkuat status sosial seseorang. kalo kita orang kaya, kita akan lebih terpandang bila punya anak buah yang banyak. apakah anak buahnya atau pembantunya orang kaya? tentu tidak!! pasti orang miskin.
3. Untuk mengerjakan pekerjaan paling Hina dan kotor. kalo tidak ada orang miskin, siap yang akan menyapu jalan raya? siapa yang mau membersihkan parit dan riol yang bau? siapa yang mau menguras septik tank kalo penuh? apakah orang kaya mau melakukan pekerjaan itu?
4. Sebagai TUMBAL PEMBANGUNAN. kalo kita punya tanah dan tanah tersebut akan di jadikan sarana umum, maka tanah kita tsb akan di bayar dengan layak! sedangkan untuk pemukiman kumuh, hal tsb jarang sekali terjadi.
5. Sebagai sarana ibadah. setiap agama pasti diajarkan menyantuni orang miskin. dalam agama saya (islam), zakat (sejenis sedekah tapi hukumnya WAJIB) termasuk dalam hukum islam. jika saya tidak berzakat maka saya belum sempurna Islamnya. bagai mana kalo semua orang di dunia ini jadi kaya, mau sama siapa saya berikan zakat saya?? sedangkan syarat zakat harus di berikan pada fakir miskin!!!??
6. Membuka lapangan kerja. aneh memang. tapi dari kemiskinan akan terbuka lapangan kerja baru. antara lain, tukang kredit, jasa transportasi (becak) dan yang paling menghasilkan dan beromzet milyaran dollar per hari dari seluruh dunia adalah JUDI. judi merupakan sarana untuk menjadikan duit yang sedikit menjadi berlipat. 80% orang yang berjudi adalah orang miskin.

Jadi kemiskinan bukan selalu berdampak negatif. kemiskinan bisa dikatakan sebagai kebahagiaan dan kekayaan yang di pergilirkan Tuhan bagi kita para umatNya. jadi bila anda miskin, jangan di sesali. berdoa saja pada Tuhan yang anda percayai.

(Iklim dan Geografis)

IKLIM DAN GEOGRAFIS

Iklim

Indonesia mempunyai iklim tropik basah yang dipengaruhi oleh angin monsun barat dan monsun timur. Dari bulan November hingga Mei, angin bertiup dari arah Utara Barat Laut membawa banyak uap air dan hujan di kawasan Indonesia; dari Juni hingga Oktober angin bertiup dari Selatan Tenggara kering, membawa sedikit uap air. Suhu udara di dataran rendah Indonesia berkisar antara 23 derajat Celsius sampai 28 derajat Celsius sepanjang tahun.

Ada 2 musim di Indonesia yaitu musim hujan dan musim kemarau, pada beberapa tempat dikenal musim pancaroba, yaitu musim diantara perubahan kedua musim tersebut.

Curah hujan di Indonesia rata-rata 1.600 milimeter setahun, namun juga sangat bervariasi; dari lebih dari 7000 milimeter setahun sampai sekitar 500 milimeter setahun di daerah Palu dan Timor. Daerah yang curah hujannya rata-rata tinggi sepanjang tahun adalah Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Bengkulu, sebagian Jawa barat, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Maluku Utara dan delta Mamberamo di Irian.
Setiap 3 sampai 5 tahun sekali sering terjadi El-Nino yaitu gejala penyimpangan cuaca yang menyebabkan musim kering yang panjang dan musim hujan yang singkat. Setelah El Nino biasanya diikuti oleh La Nina yang berakibat musim hujan yang lebat dan lebih panjang dari biasanya. Kekuatan El Nino berbeda-beda tergantung dari berbagai macam faktor, antara lain indeks Osilasi selatan atau Southern Oscillation
Geografis
Indonesia memiliki sekitar 17.504 pulau (menurut data tahun 2004), sekitar 6.000 di antaranya tidak berpenghuni tetap, menyebar sekitar katulistiwa, memberikan cuaca tropis. Pulau terpadat penduduknya adalah pulau Jawa, di mana lebih dari setengah (65%) populasi Indonesia. Indonesia terdiri dari 5 pulau besar, yaitu: Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya dan rangkaian pulau-pulau ini disebut pula sebagai kepulauan Nusantara atau kepulauan Indonesi.
Peta garis kepulauan Indonesia, Deposit oleh Republik Indonesia pada daftar titik-titik koordinat geografis berdasarkan pasal 47, ayat 9, dari Konvensi PBB tentang Hukum Laut
Indonesia memiliki lebih dari 400 gunung berapi and 130 di antaranya termasuk gunung berapi aktif. Sebagian dari gunung berapi terletak di dasar laut dan tidak terlihat dari permukaan laut. Indonesia merupakan tempat pertemuan 2 rangkaian gunung berapi aktif (Ring of Fire). Terdapat puluhan patahan aktif di wilayah Indonesia.
Keadaan alam
Sebagian ahli membagi Indonesia atas tiga wilayah geografis utama yakni:
• Kepulauan Sunda Besar meliputi pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi.
• Kepulauan Sunda Kecil meliputi Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.
• Kepulauan Maluku dan Irian
Pada zaman es terakhir, sebelum tahun 10.000 SM (Sebelum Masehi), pada bagian barat Indonesia terdapat daratan Sunda yang terhubung ke benua Asia dan memungkinkan fauna dan flora Asia berpindah ke bagian barat Indonesia. Di bagian timur Indonesia, terdapat daratan Sahul yang terhubung ke benua Australia dan memungkinkan fauna dan flora Australia berpindah ke bagian timur Indonesia. Pada bagian tengah terdapat pulau-pulau yang terpisah dari kedua benua tersebut.
Karena hal tersebut maka ahli biogeografi membagi Indonesia atas kehidupan flora dan fauna yakni:
• Daratan Indonesia Bagian Barat dengan flora dan fauna yang sama dengan benua Asia.
• Daratan Indonesia Bagian Tengah (Wallacea) dengan flora dan fauna endemik/hanya terdapat pada daerah tersebut.
• Daratan Indonesia Bagian Timur dengan flora dan fauna yang sama dengan benua Australia.
Ketiga bagian daratan tersebut dipisahkan oleh garis maya/imajiner yang dikenal sebagai Garis Wallace-Weber, yaitu garis maya yang memisahkan Daratan Indonesia Barat dengan daerah Wallacea (Indonesia Tengah), dan Garis Lyedekker, yaitu garis maya yang memisahkan daerah Wallacea (Indonesia Tengah) dengan daerah IndonesiaTimur.
Berdasarkan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1993, maka wilayah Indonesia dibagi menjadi 2 kawasan pembangunan:
• Kawasan Barat Indonesia. Terdiri dari Jawa, Sumatra, Kalimantan, Bali.
• Kawasan Timur Indonesia. Terdiri dari Sulawesi, Maluku, Irian/Papua, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.

Kepulauan Sunda Besar
Terdiri atas pulau-pulau utama: Sumatra, Kalimantan, Jawa dan Sulawesi dan dengan ribuan pulau-pulau sedang dan kecil berpenduduk maupun tak berpenghuni. Wilayah ini merupakan konsentrasi penduduk Indonesia dan tempat sebagian besar kegiatan ekonomi Indonesia berlangsung.

(Pemerataan Pembagian Wilayah Indonesia Timur)

PEMERATAAN PEMBAGIAN
WILAYAH INDONESIA TIMUR

Wilayah Timor Timur merupakan wilayah koloni Portugis sejak abad ke-16 setelah sempat berpindah tangan ke Belanda. Namun demikian, karena jaraknya yang cukup jauh dari Portugis, wilayah Timor Timur tidak diperhatikan oleh pemerintah pusat di Portugis. Pada tahun 1975, terjadi kekacauan politik yang melibatkan partai-partai politik di sana. Partai-partai politik yang bertikai tidak mampu menyelesaikan masalahnya. Hal ini diperparah dengan pemerintah Portugis memilih meninggalkan Timor Timur. Dengan demikian, situasi di Timor Timur menjadi tidak menentu dan tidak jelas pemerintahannya.
Untuk meredakan kekacauan yang terjadi di Timor Timur, sebagian masyarakat Timor Timur mempunyai keinginan menjadi bagian dari negara Republik Indonesia. Keinginan itu disampaikan oleh para pemimpin partai politik yang ada di Timor Timur. Keinginan itu tentu saja disambut dengan baik oleh pemerintah Republik Indonesia. Setelah melalui berbagai proses, akhirnya Timor Timur secara resmi menjadi bagian dari negara Republik Indonesia pada bulan Juli 1976, dan dijadika propinsi yang ke-27.

Namun demikian, ada juga partai politik yang tidak setuju dengan masuknya Timor Timur menjadi wilayah Republik Indonesia. Kelompok ini salah satunya adalah Fretilin. Kelompok inilah yang terus memperjuangkan hak-haknya dengan melakukan gerilya terhadap pemerintah Indonesia. Ketika Presiden Habibie menjabat sebagai Presiden RI tahun 1999, merasa bahwa Timor Timur seperti duri dalam daging. Untuk mengakhiri dilemma itu, Presiden Habibie memberikan dua pilihan kepada rakyat Timor Timur, tetap bersatu atau pisah dengan Indonesia. Usul ini ditanggapi oleh rakyat Timor Timur. Kemudian di masa pemerintahan Habibie digelar jajak pendapat untuk menentukan status Timor Timur. Akhirnya, berdasarkan hasil jajak pendapat pada tahun 1999 Timor Timur secara resmi keluar dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dan membentuk negara tersendiri dengan nama Republik Demokrasi Timor Lorosae atau Timor Leste.

Menjawab Tantangan Global dan Regionalisme Baru


Menjawab Tantangan Global dan Regionalisme Baru



Koperasi Mewujudkan Kebersamaan dan Kesejahteraan:
Tantangan Global dan Regionalisme Baru

Membangun sistem Perekonomian Pasar yang berkeadilan sosial tidaklah cukup dengan sepenuhnya menyerahkan kepada pasar. Namun juga sangatlah tidak bijak apabila menggantungkan upaya korektif terhadap ketidakberdayaan pasar menjawab masalah ketidakadilan pasar sepenuhnya kepada Pemerintah.

Koperasi sebagai suatu gerakan dunia telah membuktikan diri dalam melawan ketidakadilan pasar karena hadirnya ketidaksempurnaan pasar. Bahkan cukup banyak contoh bukti keberhasilan koperasi dalam membangun posisi tawar bersama dalam berbagai konstelasi perundingan, baik dalam tingkatan bisnis mikro hingga tingkatan kesepakatan internasional. Oleh karena itu banyak Pemerintah di dunia yang menganggap adanya persamaan tujuan negara dan tujuan koperasi sehingga dapat bekerjasama.
Meskipun demikian di negeri kita sejarah pengenalan koperasi didorong oleh keyakinan para Bapak Bangsa untuk mengantar perekonomian Bangsa Indonesia menuju pada suatu kemakmuran dalam kebersamaan dengan semboyan “makmur dalam kebersamaan dan bersama dalam kemakmuran”. Kondisi obyektif yang hidup dan pengetahuan masyarakat kita hingga tiga dasawarsa setelah kemerdekaan memang memaksa kita untuk memilih menggunakan cara itu. Persoalan pengembangan koperasi di Indonesia sering dicemooh seolah sedang menegakan benang basah. Pemerintah di negara-negara berkembang memainkan peran ganda dalam pengembangan koperasi dalam fungsi “regulatory” dan “development”. Tidak jarang peran ‘”development” justru tidak mendewasakan koperasi

Koperasi sejak kelahiranya disadari sebagai suatu upaya untuk menolong diri sendiri secara bersama-sama. Oleh karena itu dasar “self help and cooperation” atau “individualitet dan solidaritet” selalu disebut bersamaan sebagai dasar pendirian koperasi. Sejak akhir abad yang lalu gerakan koperasi dunia kembali memperbaharui tekadnya dengan menyatakan keharusan untuk kembali pada jati diri yang berupa nilai-nilai dan nilai etik serta prinsip-prinsip koperasi, sembari menyatakan diri sebagai badan usaha dengan pengelolaan demoktratis dan pengawasan bersama atas keanggotaan yang terbuka dan sukarela. Menghadapi milenium baru dan globalisasi kembali menegaskan pentingnya nilai etik yang harus dijunjung tinggi berupa: kejujuran, keterbukaan, tanggung jawab sosial dan kepedulian kepada pihak lain (honesty, openness, social responsibility and caring for others) (ICA,1995). Runtuhnya rejim sosialis Blok-Timur dan kemajuan di bagian dunia lainnya seperti Afrika telah menjadikan gerakan koperasi dunia kini praktis sudah menjangkau semua negara di dunia, sehingga telah menyatu secara utuh. Dan kini keyakinan tentang jalan koperasi itu telah menemukan bentuk gerakan global.

Koperasi Indonesia memang tidak tumbuh secemerlang sejarah koperasi di Barat dan sebagian lain tidak berhasil ditumbuhkan dengan percepatan yang beriringan dengan kepentingan program pembangunan lainnya oleh Pemerintah. Krisis ekonomi telah meninggalkan pelajaran baru, bahwa ketika Pemerintah tidak berdaya lagi dan tidak memungkinkan untuk mengembangkan intervensi melalui program yang dilewatkan koperasi justru terkuak kekuatan swadaya koperasi.

Di bawah arus rasionalisasi subsidi dan independensi perbankan ternyata koperasi mampu menyumbang sepertiga pasar kredit mikro di tanah air yang sangat dibutuhkan masyarakat luas secara produktif dan kompetitif. Bahkan koperasi masih mampu menjangkau pelayanan kepada lebih dari 11 juta nasabah, jauh diatas kemampuan kepiawaian perbankan yang megah sekalipun. Namun demikian karakter koperasi Indonesia yang kecil-kecil dan tidak bersatu dalam suatu sistem koperasi menjadikannya tidak terlihat perannya yang begitu nyata.

Lingkungan keterbukaan dan desentralisasi memberi tantangan dan kesempatan baru membangun kekuatan swadaya koperasi yang ada menuju koperasi yang sehat dan kokoh bersatu.
Menyambut pengeseran tatanan ekonomi dunia yang terbuka dan bersaing secara ketat, gerakan koperasi dunia telah menetapkan prinsip dasar untuk membangun tindakan bersama. Tindakan bersama tersebut terdiri dari tujuh garis perjuangan sebagai berikut :

Pertama, koperasi akan mampu berperan secara baik kepada masyarakat ketika koperasi secara benar berjalan sesuai jati dirinya sebagai suatu organisasi otonom, lembaga yang diawasi anggotanya dan bila mereka tetap berpegang pada nilai dan prinsip koperasi;

Kedua, potensi koperasi dapat diwujudkan semaksimal mungkin hanya bila kekhususan koperasi dihormati dalam peraturan perundangan;

Ketiga, koperasi dapat mencapai tujuannya bila mereka diakui keberadaannya dan aktifitasnya;

Keempat, koperasi dapat hidup seperti layaknya perusahaan lainnya bila terjadi “fair playing field”;

Kelima, pemerintah harus memberikan aturan main yang jelas, tetapi koperasi dapat dan harus mengatur dirinya sendiri di dalam lingkungan mereka (self-regulation);

Keenam, koperasi adalah milik anggota dimana saham adalah modal dasar, sehingga mereka harus mengembangkan sumberdayanya dengan tidak mengancam identitas dan jatidirinya, dan;

Ketujuh, bantuan pengembangan dapat berarti penting bagi pertumbuhan koperasi, namun akan lebih efektif bila dipandang sebagai kemitraan dengan menjunjung tinggi hakekat koperasi dan diselenggarakan dalam kerangka jaringan.
Bagi koperasi Indonesia membangun kesejahteraan dalam kebersamaan telah cukup memiliki kekuatan dasar kekuatan gerakan. Daerah otonom harus menjadi basis penyatuan kekuatan koperasi untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan lokal dan arus pengaliran surplus dari bawah. Ada baiknya koperasi Indoensia melihat kembali hasil kongres 1947 untuk melihat basis penguatan koperasi pada tiga pilar kredit, produksi dan konsumsi (Adakah keberanian melakukan restrukturisasi koperasi oleh gerakan koperasi sendiri?

Dengan mengembalikan koperasi pada fungsinya (sebagai gerakan ekonomi) atas prinsip dan nilai dasarnya, koperasi akan semakin mampu menampilkan wajah yang sesungguhnya menuju keadaan “bersama dalam kesejahteraan” dan “sejahtera dalam kebersamaan”.

KOPERASI SEBAGAI LEMBAGA PEREKONOMIAN

KOPERASI SEBAGAI LEMBAGA PEREKONOMIAN
Salah satu tujuan yang ingin dicapai oleh pemerintah Indonesia selama bertahun-tahun adalah memperkuat koperasi. Sejak tahun 1940-an. pendirian koperasi telah diatur dalam undangundang, direvisi, dan kemudian kembali dengan berbagai macam keputusan presiden dan aturan pemerintah. Sejak akhir tahun 1960-an, gagasan yang muncul adalah untuk membuat gerakan koperasi menjadi sebuah instrumen penting dalam pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah.
Pada tahun 1970, pemerintah membentuk organisasi desa baru yang kemudian dikenal dengan nama Badan Usaha Unit Desa (BUUD), yang bertugas menangani pengolahan dan pemasaran path, serta distribusi input. Program BIMAS baru yang dijalankan oleh BUUD dengan instruksi membeli padi dari petani dengan harga rendah menghilangkan kepercayaan petani terhadap program B1MAS, yang dianggap lebih memperhatikan kepentingan konsumen daripada kepentingan petani selaku produsen.
Pada tahun 1978, KUD disahkan secara resmi oleh pemerintah dan berhak menerima bantuan. Fungsi utama BUUD/KUD adalah memberikan kredit dan input pertanian kepada petani, serta mengumpulkan padi ketika panen tiba yang bekerja sama dengan BULOG. Sampai sejauh itu, terjadi peningkatan jumlah kredit yang disalurkan, serta penjualan pupuk dan pestisida. Pada tahun 1980, BULOG meningkatkan peranan KUD dengan mendirikan penggilingan padi yang dilengkapi dengan alat pengering otomatis, lantai pengeringan, serta gudang pupuk dan padi. Dalam perkembangan selanjutnya, diharapkan KUD dapat menangani semua aktivitas ekonomi dan kebutuhan yang ada di pedesaan.
Koperasi resmi dipahami sebagai organisasi mandiri yang aktif secara ekonomis, yang tidak hanya terdiri dari jaringan yang terhubung secara horisontal, tetapi juga secara vertikal dengan organisasi hierarki. Upaya memperluas jangkauan kinerja koperasi ternyata belum diikuti dengan keanggotaannya. Jumlah petani yang menjadi anggota KUD masih relatif kecil. Lebih dari 17,1 juta keluarga terlibat dalam pertanian pangan, perikanan, dan peternakan, tetapi hanya 1,7 juta keluarga (10,1 %) yang menjadi anggota KUD. Di antara yang menjadi anggota ternyata tidak semua menerima layanan yang sama, bahkan sejumlah besar anggota tidak menerima layanan apa pun.
Fenomena menarik yang muncul adalah petani dengan level menengah (0,50 — 0,99 Ha) justru yang paling banyak menerima layanan KUD, yang meliputi pemberian input pertanian, bantuan selama masa tanam, dan pembelian basil panen. Pada tahun 1983, jumlah anggota yang ada lebih banyak menggunakan layanan pemberian input, sedangkan sebagian kecil lainnya menjual produknya ke KUD. Sebagian besar dari mereka lebih memilih untuk menjual produk ke pedagang swasta.
Manajemen KUD yang seringkali berada di tangan pedagang, pengusaha kecil, dan petani kaya menyebabkan kecilnya partisipasi petani. Kondisi ini juga mengakibatkan tidak berfungsinya KUD secara benar karena adanya mis-manajemen dan korupsi.
Ada kesenjangan yang lebar antara KUD dengan koperasi informal (organisasi yang melakukan aktivitas dalam bidang sosio-ekonomis, tetapi tidak mempunyai identitas atau struktur koperasi yang kadang-kadang juga diafiliasikan dengan NGO). Melalui Bukopin, pemerintah (departemen koperasi) berupaya membuat sebuah organisasi vertikal yang dapat menjangkau sampai ke level desa untuk berfungsi sebagai sistem pemberi kredit, jalur petnasaran untuk produk pertanian, dan sistem distribusi untuk barang-barang konsumsi.
Dalam MOA, direktur jendral tanaman pangan, peternakan, dan perikanan mempunyai layanan ekstensi sendiri sebagaimana lembaga departemen ekstensi, training, dan pendidikan pertanian (AAETE) yang bertugas mengembangkan teknologi ekstensi, memproduksi bahan-bahan ekstensi, mengatur pendidikan pertanian di sekolah, dan memberikan training untuk layanan. yang lain. Operasionalisasinya, tiap pusat ekstensi pedesaan (REC) terletak di kota kecamatan dengan pekerja level menengah (PPM), level lapangan (PPL), dan level kabupaten yang terdapat sejumlah spesialis (PPS). Karakteristik organisasi tersebut sangat tersentralisasi, yang dalam hal ini para pekerja lapangan diwajibkan mengikuti ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh pusat, serta memberikan paket yang sudah terstandarisasi kepada petani, yang meliputi keahlian teknis, input pertanian, dan kredit.
Layanan ekstensi MOA tersebut menggunakan sistem pelatihan dan kunjungan (T & V), yang dalam hal ini pekerja layanan ekstensi mengunjungi kelompok petani untuk menawarkan informasi, bimbingan, dan jasa tertentu secara reguler, serta membahas masalah lapangan, rekomendasi pertautan, dan keputusan untuk menerapkan inovasi ham melalui kontak tani dan pemimpin kelompok yang berfungsi sebagai motivator, fasilitator, edukator, kelompok pekerja, promotor, dan pendiri lembaga menyebarkan paket teknologi pertanian. yaitu panca usaha. Sistem T & V ini diperkenalkan pada tahun 1977 dan mempunyai peranan penting dalam upaya meningkatkan produksi beras.
Sebagaimana diisyaratkan dalam pembangunan ekonomi, khususnya sektor pertanian. pembinaan kelembagaan diarahkan untuk merangsang peran serta masyarakat petani dalam wadah kelompok tani atau koperasi. Beberapa lakta yang ada menunjukkan bahwa koperasi telah berkembang pesat dan cukup kuat, serta mampu menjalankan fungsi koperasi sebagai lembaga perekonomian andalan di pedesaan dan mampu menjadi koordinator informal bagi koperasi di sekitarnya, terutama dalam kegiatan agribisnis.
Saat ini, koperasi masih belum sepenuhnya mampu memanfaatkan kegiatan agribisnis dari hulu ke hilir, yang sesungguhnya mempunyai nilai tambah yang lebih besar. Oleh karena itu, pengembangan struktur kegiatan usaha koperasi pedesaan melalui KUD mandiri inti (KMI) dapat menjadi terobosan penting dalam jangka pendek dan menengah, dengan harapan KUD dapat berkembang pada pusat pertumbuhan agribisnis dan menjadi simpul jaringan usaha antarKUD.
Secara kualitatif, perkembangan koperasi di pedesaan masih dihadapkan pada berbagai tantangan, terutama dalam mengembangkan peranannya dalam menumbuh kembangkan potensi ekonomi rakyat. Optimasi peran ini merupakan jalan menuju profesionalisme dan konsekuensinya memerlukan kesiapan, baik sebagai pelaku langsung ekonomi rakyat maupun sebagai pusat pertumbuhan perekonomian rakyat.
Koperasi pedesaan sebagai pilar perekonomian rakyat pedesaan masih belum mendukung kegiatan usaha karena mekanismenya belum dikembangkan secara efisien sebagai akibat dart perangkat organisasi yang Mum sepenuhnya menjalankan perannya dengan baik. Sebagai pelaku ekonomi pedesaan, koperasi jugs belum memanfaatkan peluang kerja sama secara horisontal dan vertikal dengan sesama koperasi atau dengan BUMN dan swasta. Beberapa permasalahan dan kendala yang dihadapi koperasi saat ini berupa permasalahan internal (usaha yang belum layak, pemodalan kurang, penguasaan teknologi rendah, dan kurang tanggap terhadap berbagai perubahan) dan permasalahan eksternal (iklim usaha yang kurang kondusif, belum lancarnya koordinasi dan sinkronisasi dalam pembinaan. dan lain-lain).
Keberadaan koperasi di suatu wilayah dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan aktivitas ekonomi secara keseluruhan, yang akhirnya dapat meningkatkan pendapatan penduduk jika mampu bergerak di bidang unit usaha unggulan dan potensial unggul yang diharapkan bertindak sebagai sektor pendorong kemajuan ekonomi wilayah. Dengan makin mudahnya akses terhadap modal dan teknologi pada era globalisasi ini. kekuatan persaingan lebih ditentukan oleh sumber daya manusia, selain tetap memperbaharui teknologi dan mengakses informasi sebanyak-banyaknya. Apabila dalam persaingan itu kekuatan antar pesaing seimbang maka iklim persaingan akan menguntungkan semua pihak. Berdasarkan hal tersebut, tampaknya membangun koperasi berdasarkan usaha yang kuat merupakan suatu kebutuhan. Pada masa-masa mendatang, kebijaksanaan ekonomi harus diutamakan pada pengembangan koperasi dengan cara kerja sama operasi, kerja sama/transfer manajemen, kerja sama/transfer teknologi, penyertaan modal, membangun usaha patungan, dan membangun informasi yang sistematis.
UU No. 25 Tabun 1992 tentang Perkoperasian menyatakan bahwa koperasi adalah badan usaha yang menyuarakan semangat debirokratisasi. Ditegaskan pula bahwa masyarakat bertanggung jawab penuh untuk melaksanakan koperasi, sementara pemerintah hanya membina dengan sedikit demi sedikit menghapuskan segala bentuk campur tangannya. Semangat debirokratisasi ini mencerminkan upaya yang serius dari pemerintah untuk memberdayakan koperasi yang berazaskan kekeluargaan secara mandiri.
Pustaka
Pengantar Ekonomi Pertanian